RSS

Love And Lost Chapter 1





Title: Love and Lost
Main chara: Jo Kwang Min (Boyfriend), Sung Ji In (OC), Baek Hyun Jin (OC), Park Min Hye(OC)
Genre: Hurt, Romance
By: Laila SNA

“Maaf.” Kata itu meluncur indah dari bibir merah Ji In. Air mata tak terbendung  ketika ia melihat sang ibu tak sadarkan diri dirumah sakit.
“Maafkan aku.”Ucapnya sekali lagi.  Ia tahu bahwa sang Ibu tak akan mendengar atau membalas perkataannya.
“Aku mohon sadarlah, Eomma. Aku berjanji akan mematuhi keinginanmu, aku janji!”Ucapnya dengan sungguh-sungguh. Air mata masih mengalir deras dipipinya. Ia sungguh merasa bersalah pada Ibunya. Andai ia mendengarkan Perkataan ibunya, semua tak akan seperti ini.
“Maafkan aku Eomma!”Ucapnya sekali lagi.
“Percuma kau bicara seperti itu sekarang, Ia tak akan bisa mendengarmu. Jika kau mau melihat ia tersenyum lagi, maka turuti perintahnya.”Ucap seseorang dibelakang Ji In.
“Tapi Kyo In Eonni, aku tidak mencintai Hyun Jin Oppa. Aku hanya mencintai Kwangmin.”Ucap Ji In masih dengan air matanya.
“Cinta bisa tumbuh seiring waktu, kau tidak bisa menyalahi takdir. Kau memang berjodoh dengan Hyun Jin.”Ucap orang yang dipanggil Kyo In Eonni oleh Ji In.
“Tapi…”
“Jika kau masih ingin melihat Eomma bangun dan tersenyum lagi, jika tidak itu terserah kau saja.”Potong Kyo In. Ji In tertunduk seketika, ia sedang berpikir keras.
‘Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku mengakhiri hubunganku dengan Kwangmin? Ah… membayangkan saja aku tak sanggup. Bagaimana ini?’Batin Ji In.
“Jadi keputusanmu?”Tanya Kyo In. Ji In pun menarik nafas dalam dan menghebuskannya.
“Aku akan bicakan ini dengan Kwangmin, aku pergi dulu.”Pamit Ji In.
“Ambil keputusan yang paling tepat, jika kau tak ingin nyawa Eomma hilang.”Ucap  Kyo In sebelum Ji In pergi meninggalkan.
Ji In mengambil ponselnya dan menekan nomor Kwangmin yang sudah dihafalnya diluar kepala.  Sambungan telepon pun terjadi…
‘Yeobaseyo?’Ucap seseorang siberang sana yang sudah dapat dipastikan itu adalah Kwang min.
‘Ne, Kwangmin, ini aku.’Ucap  Ji In.
‘Oh, ternyata kau Chagi, ada apa?’Tanya Kwangmin.
‘Apa kita bisa bertemu?’Tanya Ji In.
‘Baiklah, dimana?’Kwangmin balik bertanya.
‘Di café biasa saja, aku tunggu kau disana.’Ucap Ji In dan mengakhiri sambungan telepon tersebut.
Ji In segera mencari taksi dan menuju ke café tempat bertemunya dengan Kwangmin. Sepanjang jalan Ji In terus memikirkan bagaimana cara membicarakannya pada Kwangmin. Apakah ia akan sanggup berpisah dengan Kwangmin?. Bisakah ia menjalani hari dengan seseorang yang bahkan tidak ia kenal dengan jelas?. Membayangkan hal itu, air mata Ji In kembali terjatuh. Ia tidak bisa membayangkan itu semua, hidupnya tanpa Kwangmin akan sangat buruk.
Beberapa saat kemudian, ia sudah sampai di lokasi pertemuan. Ia tak langsung kesana, ia memutuskan untuk ke toilet dan mencuci wajahnya yang basah karena air mata. Selepas itu, ia langsung menuju ke café tesebut dan ia lihat Kwangmin sudah menunggu dengan senyum mengembang dibibirnya. Tapi senyumannya itu justru membuat hati Ji In semakin sakit. Ia merasa jahat sekali. Ia akan merenggut senyuman itu dan akan digantikan dengan air mata.
“Ji In chagi!”Panggil Kwangmin seraya melambaikan tangannya. Ji In tersenyum kecut dan berjalan menuju Kwangmin.
“Ada apa?”Tanya Kwangmin, masih dengan nada cerianya. Sepertinya ia belum sadar bahwa Ji In hari ini sedang tidak bersemangat.
“Ada yang ingin aku bicarakan.”Ucap Ji In dengan nada pelan.
“Apa itu? katakan saja.”Tanya Kwangmin.
‘Kurasa ia belum sadar yang sedang aku rasakan, dia memang laki-laki paling tidak peka.’Batin Ji In.
“Aku sungguh berat mengatakan ini.”Ucap Ji In seraya menundukan kepalanya. Kwangmin hanya memperhatikannya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
“Ibuku masuk ke rumah sakit.”Ucap Ji In.
“Hah? Kenapa kau tidak mengatakannya sejak tadi? Ayo kita menjenguk Ibumu.”Ajak Kwangmin dengan wajah cemas. Hal itu tentu membuat hati Ji In bertambah sakit. Ibunya melarangnya dengan Kwangmin, tetapi Kwangmin justru mengkhawatirkan Ibunya yang sedang sakit. Apa jika Kwangmin tahu Ibunya menyuruhnya dan Kwangmin putus, ia akan tetap perhatian pada Ibunya?.
“Tidak usah, aku rasa itu tidak perlu.”Ucap Ji In lemah. Kwangmin mengerutkan alisnya tanda ia bingung.
“Memangnya kenapa?”Tanya Kwangmin.
“Sebenarnya bukan itu yang ingin aku sampaikan padamu sekarang.”Ucap Ji In.
“Lalu?”Tanya Kwangmin. Ji In menarik nafas dan mengeluarkannya lagi. Berat ia mengatakan ini semua, tapi harus ia lakukan jika ia ingin Ibunya kembali sehat.
“Aku ingin hubungan kita sampai sini saja.”Ucap Ji In.
“Apa? Tapi kenapa?”Tanya Kwangmin kaget sekaligus sedih.
“A-aku bosan men-menjalani hubungan denganmu.”Ucap Ji In. Ia berbohong pada dirinya sendiri dan juga pada Kwangmin. Ada rasa bersalah yang merasuk dalam diri Ji In.
“Hahaha…. Kau bercanda ya?”Tanya Kwangmin seraya tertawa. Ji In hanya diam dan menundukan kepalanya.
“Katakan kau bercanda kan? Katakan! Aku mohon!”Kwangmin mengguncangkan bahu Ji In, tetapi Ji In hanya diam dan masih menundukan kepala.
“Aku mohon katakan bahwa kau bercanda!”Suara Kwangmin mulai melemah. Air mata pun menuruni wajah tampannya. Ia pun jatuh terduduk di lantai. Melihat hal itu Ji In pun langsung berdiri dan menghampiri Kwangmin. Wajah Kwangmin basah oleh air mata.
“Kenapa begini? Apa salahku?”Tanya Kwangmin dengan sesegukan.
“Kau tidak salah, aku lah yang salah.”Ucap Ji In.
“Katakan apa yang harus aku lakukan agar kau menarik lagi ucapanmu?”Tanya Kwangmin.
“Mian, aku tidak dapat menarik kembali ucapanku. Ini sudah jadi keputusanku.”Ucap Ji In. Air mata Ji in memaksa untuk keluar tetapi dengan sekuat tenaga Ji In menahannya. Ia tidak ingin terlihat plinplan karena menangis setelah memutuskan hubungan dengan Kwangmin.
“Aku pergi dulu.”Ucap Ji In seraya berdiri. Tetapi tiba-tiba, Kwangmin menarik tangannya. Ji In pun menengok kearah Kwangmin dan bisa ia lihat betapa merahnya mata Kwangmin. Hati Ji In kembali tersayat.
‘Aku tidak bisa melihatnya seperti ini.’Batin Ji In.
“Jika memang itu yang terbaik, aku akan menerimanya. Walaupun berat, aku yakin bisa melewatinya. Salam untuk Ibumu yang sedang sakit, semoga lekas sembuh. Dan untukmu semoga kau dapat yang lebih baik.”Ucap Kwangmin dingin seraya pergi meninggalkan Ji In.
Ji In pun jatuh terduduk di lantai. Air mata yang sedari tadi ditahannya, tumpah seketika. Hatinya sakit, sangat sakit. Baru kali ini ia lihat Kwangmin begitu terluka, dan baru kali ini juga ia dengar Kwangmin berkata dingin. Tiba-tiba ponsel Ji In bergetar, dan ia lihat ada telepon dari Eonni-nya, Kyo In.
‘Yeobaseyo!’Ucap Kyo In. Ji In tidak menjawab.
‘Hei Ji In! Kau disana?’Tanya Kyo In.
‘Ada apa?’Tanya Ji in dengan anda ketus.
‘Ah… tidak, aku hanya ingin bertanya, bagaimana jadinya?’Tanya Kyo In.
‘Kau sudah tahu akhirnya akan seperti apa kan? Jadi tidak usah bertanya.”Ucap Ji In masih dengan nada ketus.
‘Apa kau marah?’Tanya Kyo In lagi.
‘Ku bilang tidak usah bertanya!’teriak Ji In pada teleponnya dan memutuskan sambungan telepon dengan Eonni-nya.
Ji In berpikir, ia butuh teman untuk cerita sekarang. Ia memutuskan untuk pergi kerumah Minhye, sahabatnya.
‘Tok…Tok…’ Ji In langsung mengetuk pintu rumah Minhye. Lalu, keluarlah seorang gadis cantik dengan rambut hitam pekat panjang dengan mengenakan pakaian santai.
“Minhye!” Ji In langsung berlari kepelukan gadis yang sudah dapat dipastikan bahwa itu adalah Minhye, sahabatnya.
“Ada apa Jiinie?”Tanya Minhye dengan nada suara khawatir. Ji In tidak menjawabnya. Minhye tahu, Ji In pasti tidak ingin menceritakannya disini. Ia pun membawa Ji In ke kamarnya. Sesampainya dikamar Minhye, Ji In langsung menangis hingga sesegukan.
“Sebenarnya ada apa?”Tanya Minhye cemas.
“A-aku pu-putus de-dengan Kwangmin.”Jawab Ji In tersendat-sendat.
“Hah! Benarkah itu? memangnya apa masalahnya?”Tanya Minhye kaget.
“Ibuku masuk rumah sakit dan itu semua karenaku.”Ucap Ji In, air mata masih mengalir indah dari mata coklatnya.
“Karenamu? Memangnya apa salahmu?”Tanya Minhye penasaran.
“Aku menolak dijodohkan dengan Baek Hyun Jin, dan ia kaget mendengarnya hingga jatuh sakit.”Jelas Ji In.
“Dan lagi, aku bilang padanya akan tetap bersama dengan Kwangmin apapun yang terjadi. Aku benar-benar merasa bersalah!”Sambung Ji In.
“Ibu mu yang menyuruhmu putus?”Tanya Minhye.
“Tidak, tapi Eonniku. Ia bilang, jika ingin melihat Ibu sembuh dan kembali tersenyum aku harus mengikuti perintah dan keinginannya.”Ucap Ji In.
“Berat sekali hidupmu. Lalu Kwangmin sendiri bagaimana? Apa kau jelaskan yang sesungguhnya padanya?”Tanya Minhye yang dijawab oleh gelengan kepala oleh Ji In.
“Kenapa? Ia bisa salah paham jika tidak kau jelaskan dengan benar.”Tanya Minhye.
“Aku tidak ingin ia masih berharap padaku jika aku bilang yang sesungguhnya, aku takut tidak bisa memenuhi harapannya. Kini hidupku ada ditangan Ibuku. Aku hanya boneka mainan mereka.”Ucap Ji In lemah.
“Kau tidak boleh seperti itu, setidaknya ia tidak akan berpikir kau jahat Jiinie!”Ucap Minhye dengan nada lebih tinggi.
“Aku tidak peduli apapun yang ia pikirkan tentang aku. Cepat atau lambat ia pasti akan membenciku, apalagi nanti ia lihat aku bersanding dengan laki-laki lain. Aku yakin dia tidak akan memaafkan aku.”Ucap Ji In.
“Tapi…” Ucapan Minhye terpotong oleh Ji In.
“Minhye, kau mau membantuku?”Tanya Ji In.
“Aku akan membantu sebisaku. Apa itu?”Tanya Minhye.
“Tolong kembalikan senyuman Kwangmin yang telah aku rebut, kembalikan kehangatannya, kembalikan keceriannya, hapus air mata yang jatuh, hapus kesedihannya, dan yang paling penting…”Ji In menggantung kalimatnya.
“Hapus aku dari pikirannya.”Sambung Ji In dengan nada lemah.
“Aku tidak akan bisa melakukannya Ji In.”Ujar Minhye.
“Kau pasti bisa Minhye, aku yakin itu!”Ucap Ji In meyakinkan Minhye.
“Jiinie, hanya kau yang bisa membuat Kwangmin tersenyum tulus dari hati, tertawa manis dengan suara lembut, merona malu-malu, bertingkah lucu dan yang lainnya. Aku atau siapapun tidak akan bisa!”Ucap Minhye. Ji In memejamkan matanya sebentar dan membukanya kembali.
“Itu dulu Minhye, sekarang kau lah masa depannya. Aku mohon bantulah aku, aku mohon padamu!”Ujar Ji In dengan nada mengharap.
“Jiinie …”Minhye tidak sanggup menolak permintaan sahabat baiknya itu. Minhye pun menarik nafas dalam dan menghembuskan kembali.
“Baiklah.”Ucap Minhye akhirnya.
“Gomawo Minhye!”Ucap Ji In seraya memeluk sahabatnya itu.
“Cheonma Jiinie. Tetapi, apa kau yakin dengan ini semua?”Tanya Minhye.
“Aku tidak punya pilihan, hidupku dan yang lainnya memang bukan milikku, itu semua milik orang tuaku.”Ujar Ji In dengan nada sedih.
“Jiinie…” Minhye berucap cemas sekaligus iba pada sahabatnya itu.
“Minhye, kau janji ya padaku akan lakukan itu semua?”Ji In bertanya penuh harap pada Minhye. Minhye diam sejenak, ia memperhatikan Ji In yang melihat kearahnya dengan penuh harap. Ia kembali  menarik nafas dalam dan mengangguk.
“Benarkah itu?”Tanya Ji In.
“Iya, aku janji Ji In.”Ucap Minhye. Ji In pun tersenyum. Minhye tahu bahwa senyuman  Ji In tidaklah tulus. Itu hanyalah topeng yang menutupi kesedihannya.
“Jika kau ingin menangis, maka menangislah.”Ujar Minhye seraya memeluk sahabatnya itu.
“Terima kasih, aku sudah cukup menangis hari ini.”Ucap Ji In membalas pelukan Minhye.
Hari sudah menunjukan pukul 10.00. Tidak terasa bagi Ji In yang asik menceritakan kebiasaan Kwangmin kepada Minhye. Itu semua bertujuan agar Minhye tahu sifat-sifat dan kebiasaan Kwangmin. Itu akan membantu Minhye untuk dekat dengan Kwangmin. Meskipun Ji In menceritakannya dengan senyum merekah dibibirnya, tapi Minhye yakin luka didalam hati Ji In sangatlah dalam. Walaupun dia membuat seolah dia yang salah dimata Kwangmin, tapi tetap saja ia tidak punya salah apapun dalam hal ini.
Keesokan harinya, Minhye bersiap-siap untuk bertemu dengan Kwangmin. Ia memang tidak yakin bisa menjalaninya, tapi ini semua demi sahabatnya. Ia tidak bisa menolaknya. Saat ini memang ia belum mempunya perasaan kepada Kwangmin, tetapi ia tidak tahu nantinya. Ia sudah janjian bertemu dengan Kwangmin di Central Park.
“Annyeonghaseyo, Kwangmin-ssi.”Ucap Minhye ketika sampai di hadapan Kwangmin yang duduk dibangku taman.
“Annyeonghaseyo, Minhye-ssi.”Jawab Kwangmin.
“Apa kabar?”Tanya Minhye seraya duduk disamping Kwangmin.
“Tidak terlalu buruk.”Jawab Kwangmin singkat.
“Begitukah? Aku pikir kau sedang sakit.”Tanya Minhye.
“Aku tidak apa-apa, ohya aku dengar kau adalah sahabat Ji In, benarkah itu?”Tanya Kwangmin.
“Jiinie? Ya aku adalah sahabatnya.”Jawab Minhye.
“Jadi, apa kau tahu apa alasan sebenarnya dia meninggalkanku?”Tanya Kwangmin pelan namun masih bisa ditangkap dengan baik oleh pendengaran Minhye.
“Tidak.”Minhye menjawab dengan pelan namun singkat. Kwangmin menundukan kepalanya, sepertinya air matanya akan kembali keluar.
“Apakah kau begitu mencintai Ji In?”Tanya Minhye ragu. Kwangmin diam sesaat.
“Aku sudah memikirkannya semalam, sejak dia meninggalkanku aku bertekad untuk melupakannya selamanya.”Jawab Kwangmin. Minhye menyadari ada perubahan ekspresi dari wajah Kwangmin.
“Aku harap kau tidak sampai membencinya.”Ucap Minhye, Kwangmin mengalihkan pandangannya ke arah Minhye.
“Memangnya kenapa?”Tanya Kwangmin meminta penjelasan.
“Tidak apa-apa, tetapi aku hanya tidak mau kau menyesal nantinya.”Jawab Minhye.
“Kenapa aku harus menyesal? Dia yang meninggalkan aku.”Tanya Kwangmin.
“Karena kau belum tahu alasan dia meninggalkanmu, lebih baik kau lupakan dia tapi tidak dengan cara membencinya.”Ucap Minhye. Melihat penjelasan Minhye, Kwangmin pun tersenyum.
“Gomawo, Minhye.”Ucap Kwangmin, Minhye yang melihat Kwangmin tersenyum padanya pun tersipu malu. Minhye pun mengalihkan pandangannya kearah lain.
‘Deg…deg…deg…’
‘Bagaimana ini? Jantungku berdetak lebih cepat, ini salah! Ini tidak boleh! Aku tidak boleh seperti ini.’
-TBC-
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar